Direktur Utama Garuda Indonesia (Persero) Irfan Setiaputra mengakui, adanya ketidakwajaran terkait kontrak sewa pesawat perusahaan dengan pihak lessor atau penyewa. Meski begitu, Irfan tidak menjelaskan kenapa hal tersebut bisa terjadi. "Saya waktu itu belum lahir. Jadi tidak mengerti kenapa bisa begitu," lanjut Irfan.
Menurut Irfan, bila kita berandai andai seperti membeli mobil di dealer yang harganya Rp 1 miliar tapi diberi tambahan seperti velg diganti dan sebagainya. "Karena ada penambahan itu maka harga mobil tersebut jadi Rp 1,2 miliar. Tapi yang beli bilang tolong ditulis Rp 1,7 miliar nanti yang 500 juta dikasih ke samping saudara teman misal ke Afghanistan," kata Irfan.
Kemudian mobil seharga Rp 1,7 miliar itu, dijual kepada pihak leasing seharga Rp 2 miliar dan tentu ini memberikan profit perusahaan Rp 300 juta. "Kemudian leasing company menyewakan lagi kepada saya seharga Rp 50 juta. Mobil yang seharusnya disewakan Rp 25 juta per bulan, jadi Rp 50 juta karena harga mobil yang seharusnya Rp 1 miliar itu harganya Rp 2 miliar. Ini kalau kita berandai andai," ujar Irfan.
Irfan menegaskan, pihaknya tidak mengerti kenapa harga sewa pesawat Garuda Indonesia ini sangat mahal. Ia pun memilih untuk tidak memikirkan hal tersebut, tetapi saat ini ingin fokus dengan apa yang sedang dihadapi Garuda Indonesia. Garuda Indonesia juga sempat disebut memiliki jenis pesawat yang terlalu banyak.
Irfan menanggapi, bahwa Garuda Indonesia sangat menakjubkan karena memiliki banyak tipe pesawat. "Garuda Indonesia ini sudah seperti showroom, semua pesawat ada mulai dari Boeing Narrow Body, Airbus Narrow Body kalau digabung dengan Citilink dan Garuda Indonesia juga memiliki pesawat ATR dan juga Bombardier CRJ," kata Irfan.